Ember Swords Berjanji Mencapai Lebih Dari $203 Juta untuk Penjualan Tanah Komunitas NFT
Terbaru
—– SOME CHANGES —-
Pertama-tama mohon maaf buat pembaca setia unTouchable. Seiring makin sibuknya jadwal kami di luar terjemahan webtoon, sneak preview unTouchable akan mengalami perubahan cara penyampaian. Kali ini porsi untuk narasi akan diperbanyak dan terjemahan dialog dikurangi (akan diubah/dimasukkan ke dalam narasi.). Hal ini ditujukan untuk mempercepat proses penulisannya. Mohon dimaklumi ya…. ^^;
Cerita episode 113 ini dimulai dengan flashback Sia kecil yang difoto di depan sekolahan SD-nya. Orang yang memotretnya bilang: “Wah, Anak kita benar-benar cantik. Ayuk, yang siap dipotret! Cheese!!”
Begitulah Sia kecil terekam dengan polosnya di dalam kamera.
Kembali ke masa kini, Sia versi dewasa kini berada di depan gerbang sekolahan tempat di mana dia dulu diambil fotonya. Meskipun sudah melihat gedungnya dan yakin kalau di situlah tempatnya, dia masih tidak bisa ingat apapun. Jadi dia memutuskan untuk melihat-lihat dulu ke dalamnya.
Sambil berjalan masuk, Sia teringat beberapa ingatan masa kecilnya bahwa dia dulu pernah membacakan cerita dongeng untuk ayahnya yang terbaring di rumah sakit (walaupun setelah ayahnya sehat lagi, Sia jadi dimarah-marahi lagi)
Lalu Sia juga ingat kalau dia pernah bersama dengan Baryu kecil… dia jadi sempat berpikir untuk meneleponnya untuk memastikan masa lalunya itu tetapi urung karena teringat apa yang pernah terjadi di antara mereka sewaktu di tempat parkiran.
Sia masih bingung memahami semuanya, namun tiba-tiba dia melihat ada 3 orang anak laki-laki, dan dua orang di antaranya menendang-nendang 1 orang lainnya di bawah tangga. Dengan sigap Sia pun melerai: “Nggak boleh ngejahatin teman! Harusnya dia itu kalian baik-baikin”, katanya.
Dengan dongkol, 2 anak kecil yang menendang-nendang itu pergi sambil mengomel, “Apaan sih si ajumma ini!“
Mendengar dirinya dipanggil ajumma, Sia sempat marah… tapi dia membiarkan mereka pergi dan lebih memilih untuk menolong 1 anak yang ditendang-tendang itu tadi.
Sia: “Kamu nggak apa-apa? Luka nggak?”
Bocah: “Huuhuuu… nggak kok… makasih ya. Kakak.”
Tiba-tiba Sia mengalami deja vu, dia merasa kalau dulu juga pernah mengalami hal seperti ini, pada seorang temannya yang lain.
Di situ ada 3 orang gadis kecil, 2 di antaranya berambut coklat dan sewot terhadap Sia yang menghalangi mereka, sementara 1 orang lagi berambut pendek gelap menangis tersedu-sedu.
Sia: “Kamu nggak apa-apa? Luka nggak? Kuanterin ke ruang UKS yuk.”
“Makasih ya Sia.”
Dia adalah teman sekelas Sia (kelas 1-3). Orangnya tenang dan penyendiri, Sia sampai tidak pernah melihatnya berbicara dengan orang lainnya. Pikir Sia: “Mungkin karena inilah tidak ada yang mau menjadi temannya. Gosipnya jiwanya kaya diculik hantu, atau bahkan kena penyakit. Semuanya nggak enak didengar”
Sewaktu pelajaran olahraga, Sia mencoba mendekatinya
“Yoon Seo. Kamu udah ada pasangan main bola belum?”
Gadis bernama Yoon Seo itu pun menoleh.
“Latihan sama aku yuk!” Ajak Sia padanya.
Kemudian, sewaktu pulang, Yoon Seo memberi Sia sesuatu. Bentuknya seperti permen.
“Sia, ini makanlah. Makasih ya hari ini udah mau main-main sama aku.”
“Aku cuman bisa ngasih ini ke kamu.”
“Waah, makasih ya. Aku suka makan ini lho. Makasih banget ya!”, ujar Sia sambil tersenyum lebar.
“Gimana, hari ini seru kan? Berikutnya kita main bareng lagi ya! Mau kan?”
“Iya”
—– TO BE CONTINUED —-